Jelang Pilkada, KPU dan Bawaslu Sulsel Sudah 'On The Track'
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menerima cinderamata usai Rapat dengan KPU dan Bawaslu Provinsi Sulsel di Makassar. Foto : Jaka/mr
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menilai, apa yang telah dilakukan KPU dan Bawaslu dalam menyiapkan Pilkada serentak 2020 di 12 kabupaten kota se-Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah on the track. Walaupun beberapa Kabupaten masih mengalami kendala soal Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang anggarannya dirasa tidak memadai.
“Pihak KPU tadi memaparkan, terkait minimnya anggaran NPHD. Secara khsusus, honor bagi penyelenggara yang sifatnya Ad hoc seperti PPK, PPS dan KPPS. Nah, semua NPHD diputus sebelum adanya surat dari Menkeu soal penyesuaian honor bagi penyelenggara pemilu. Ini masalah, saya kira ini harus diselesaikan,” tegas Arif, usai Rapat dengan KPU dan Bawaslu Provinsi Sulsel di Makassar, Senin (2/3/2020).
Tapi disisi lain, lanjut Arif, ada upaya keterlibatan instansi pemerintah yang justru tidak memberikan solusi-solusi yang baik, tetapi justru memberikan tekanan-tekanan. Hal tersebut dikatakan Arif akan di cek langsung ke Kementerian Dalam Negeri.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini meminta potensi kerawanan di setiap kabupaten kota harus bisa diantisipasi. Sehingga kalau ada masalah, dapat diselesaikan dengan lebih cepat. Apakah menyangkut soal penggunaan hak pilih ataupun terkait dengan kelengkapan administrasi dalam hal ini KTP-el maupun surat keterangan (suket).
“Secara umum, saya memandang dalam situasi yang baik, belum ada tanda-tanda yang membuat Pilkada ini berjalan tidak lancar. Sebenarnya, kuncinya kerja sama semua pihak, tidak hanya pihak penyelenggara tetapi juga dukungan dari Pemerintah Pusat dan DPR RI,” terang politisi dapil Jatim IV itu.
Selain itu, Arif juga menyoroti Pilkada di Makassar beberapa waktu lalu, di mana kotak kosong memenangkan proses pilkada. Ia beranggapan ada sesuatu yang salah dan ada sesuatu anomali dan perlu didalami bahwa pilihan rakyat itu seringkati mengejutkan. Meskipun menurut informasi, ada gerakan-gerakan politik yang muncul diluar dari pengaturan UU dan PKPU.
“Misalnya, mengampanyekan secara negatif kepada paslon (pasangan calon), padahal gerakan tersebut tidak mendukung pasangan calon tertentu. Ke depan perlu dipikirkan agar bisa diatur pada peraturan yang ada,” tutupnya. (jk/es)